“Aku pulang!” sahut Felisha sambil membuka
pintu. Piki bergegas bangun untuk menyambut majikannya. Ia menggosokkan
badannya ke kaki Felisha dengan manja. Tetapi Felisha tidak langsung
menggendong Piki seperti biasa. Gadis kecil malah asyik mengelus-elus anak
kucing berwarna hitam di pelukannya.
Dengan kesal, Piki menonton manjikannya memandikan
anak kucing itu. Sehabis mandi, Felisha mengeringkan tubuh si kucing mungil
dengan handuk milik Piki. Tadi Felisha tak acuh padanya, kini ia harus rela
barang miliknya dipakai kucing lain. Piki mencakar-cakar balok dengan gemas.
“Piki yang baik, Olong minta susu kamu ya..”
ujar Felisha sambil mengelus kepala Piki. Kucing Persia berbulu abu-abu itu
tidak mengeong, ia justru menjauh dan bersembunyi di bawah meja belajar. “Mulai
hari ini, Piki dan Olong jadi adik-kakak ya,” lanjut Felisha Piki
mengibas-ngibaskan ekor tanda tak setuju.
Hari silih berganti. Bantal tidur kini milik
Olong dan Piki tidur di atas keset. Kalau Felisha sedang belajar, Olong di
pangkuannya. Piki merasa sangat sedih. Ia merasa kehilangan kasih sayang
Felisha.
Diam-diam Piki kabur dari rumah lewat jendela
kamar. Ia ingin mencari majikan baru. Di suatu tempat pasti ada manusia semanis
Felisha yang juga sayang kepada kucing. Demikian Piki berusaha menghibur diri.
Kucing gendut itu menyusuri jalan-jalan
setapak dengan hati yang sangat sedih. Ia tidak sekali pun menoleh ke belakang.
Ia terus berjalan hingga tiba di sebuah taman. Piki tidur di bawah perosotan
sambil mengingat-ingat kenangan bersama Felisha.
Saat tengah malam, Piki mendengar tangisan
bayi. “Ah, pasti hanya mimpi,” batin Piki. Ia tidur kembali. Namun suara itu
muncul lagi. Kini semakin jelas terdengar. Piki beranjak mencari sumber suara.
Ia menemukan seekor anak kucing bersembunyi
di balik semak. “Berisik sekali kamu. Aku sedang tidur,” kata Piki sembari beranjak
pergi. “Paman, aku takut..” anak kucing itu terisak. “Memangnya di mana ibumu,
di mana saudara-saudaramu?” tanya Piki padanya. Anak kucing itu pun bercerita
bahwa ia ketiga saudaranya dibuang di taman ini. Dua saudaranya dipungut
manusia. Dan saudarinya tertabrak sepeda motor. Tinggal dia sendiri, ketakutan,
menunggu ibunya datang.
Mendengar cerita itu, Piki merasa tidak tega
padanya. Sejak Felisha membelinya di toko hewan peliharaan, hidupnya selalu
bahagia. Ia makan berkecukupan. Banyak susu untuk di minum. Bantal tidur yang
empuk. Berlimpah elusan, pelukan, dan ciuman dari Felisha. “Malang sekali
nasibmu,” kata Piki sembari membersihkan wajah anak kucing itu dengan lidahnya.
“Ikutlah denganku, ke rumahku,”
Piki menuntun anak kucing itu pulang ke rumah
Felisha. Sepanjang perjalanan, keduanya tampak bahagia. Piki menceritakan
betapa manis dan baik hati Felisha itu. “Seperti kita, Felisha juga tidak punya
Ibu. Tetapi dia punya ayah yang penyayang. Felisha dan ayahnya sangat
menyayangiku. Mereka tidak pernah kasar padaku,” Piki bercerita panjang lebar.
Ia berharap rasa takut kucing kecil itu perlahan menghilang.
Menjelang fajar, keduanya tiba di rumah.
Tampak Felisha sedang menggendong Olong di ambang pintu. Air mata tak henti
mengalir dari sepasang mata Felisha. Di pelukan Felisha, Olong pun tampak
sedih. Sementara ayah Felisha berkeliling rumah, menyahut-nyahutkan nama Piki.
Melihat Piki muncul dari pagar, Felisha
berhambur memeluk dan menciumnya. Kucing berbulu kapas itu merasa sangat
bersalah telah membuat Felisha bersedih. Dalam pelukan, ia berjanji tidak akan
meninggalkan Felisha lagi. “Maafkan aku, Piki. Aku sayang kamu, aku sayang
Olong. Aku sayang kalian berdua,” isak Felisha sembari mempererat pelukannya.
‘Meong’ Felisha mendengar suara seekor anak
kucing. Suara itu dari semak di balik pagar. “Oh, kamu pulang membawa hadiah
untukku?” Felisha menatap Piki dengan mata berbinar-binar. Piki meloncat dari
pelukan menuju semak. Ia membujuk anak kucing itu keluar. “Tidak usah takut,
dia Felisha-ku,” kata Piki.
Dengan perasaan malu dan takut, anak kucing
itu perlahan menampakkan diri. Felisha bahagia melihatnya. “Ayah, lihatlah,
betapa cantik anak kucing ini!” tanpa ragu Felisha meraih anak kucing belang
tiga itu ke pelukannya. “Sansa!” kata Felisha. “Oh, sungguh nama yang indah,”
batin Piki bahagia.
Pagi itu, Piki, Olong, dan Sansa menikmati
mandi air hangat bersama. Mereka juga makan dengan satu mangkuk yang sama. Di
malam hari, Piki dan kedua adik barunya berbagi pelukan hangat yang sama.
Pelukan dari majikan mereka yang baik hati.
Akhirnya Piki sadar bahwa memiliki banyak
makanan, susu, dan pelukan Felisha adalah anugerah yang luar biasa. Tetapi yang
lebih baik dari itu adalah membaginya bersama Olong dan Sansa. Ia merasa menjadi
kucing yang paling beruntung di dunia ini.