"Ikutilah ke mana arus membawamu." Klasik. Aku bosan membacanya dan mendengar orang acak mengutarakannya di hadapanku, setiap kali mereka menduga aku sedang tidak baik-baik saja. Hanya karena aku sedang duduk sendirian dan menatap suatu objek tertentu. Oh yeah, mereka tidak dapat menyelami kedalaman mataku yang terhalang kacamata ini. Ucapan spontanitas seperti itu, sebenarnya pantulan dari perasaan mereka sendiri. Tatapanku mungkin terlalu jernih, serupa cermin, maka mereka berkenan berbicara kepada diri mereka sendiri melalui mataku.

Aku tidak sama seperti mereka. Mereka tebang pilih untuk menyayangi spesies, akibat tampilan. Aku menyayangi semuanya; manusia, binatang, tumbuhan. Aku juga bisa menakuti semuanya; manusia, binatang, dan tumbuhan. Harus aku akui, yang terburuk dari semuanya adalah mencintai manusia. 

Kasih, sayang, dan cinta itu berbeda. Kasih itu memberi. Memberi saja. Seperti pencipta kepada makhluknya. Sayang itu perasaaan semena-mena yang harus dikeluarkan karena adanya hubungan ketergantungan di antara dua individu. Cinta itu transaksional, seperti kedua belah pihak musti membawa jaminan sesuatu ke atas meja dan keduanya bersepakat untuk saling memberi dan saling menerima. Seperti sebuah perjanjian. Makanya orang-orang menikah. Ada jaminan yang harus diberikan oleh kedua belah pihak untuk masa-masa yang akan mereka jalani bersama.

Dan aku bukan lagi seseorang yang menerima pengandaian menjadi perahu yang pasrah diarahkan oleh hembusan angin. Kedengarannya sangat payah, tidak berdaya. Hidup memberikan kita kesempatan untuk memilih peran, ada baiknya saya memanfaatkannya. Maka saya memilih menjadi air. Air yang jumlahnya di planet bumi ini selalu sama, hanya berubah bentuk. Suatu masa air adalah hamparan lautan, rumah bagi begitu banyak spesies menakjubkan. Di musim kemarau, perlahan air menguap menjadi awan, untuk kelak dirayakan atau dikutuk petani. Reaksi manusia terhadap hujan, tergantung dari persiapan mereka dan perlakuan mereka kepada permukaan daratan. 

Di dalam pegunungan, air demikian sejuk dan menempati urat-urat batu dengan tenang. Di ujungnya, air keluar dalam berbagai gerak rekreatif di mata manusia. Air menerjun, menganak sungai, menyebur sebagai mata air, dikumpulkan dalam cincin sumur, di mata manusia air mengeluarkan toksin dalam bentuk kepedihan. Apakah hanya aku yang melihat kekuatan dalam tangisan seseorang?